Full Day School...Secuil Surat Untuk Bapak Mendikbud...



 Kepada Yth.
Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Prof. Dr. H. Muhadjir Effendy, M.AP.


اَلسَّلاَم ُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Bapak Mendikbud yang saya hormati. Saya adalah pelajar di sebuah kota kecil, tepatnya di Kota Wisata Batu, Jawa Timur. Pertama kali mendengar bahwa bapak Muhadjir menjadi Mendikbud yang baru, saya merasa senang dan bangga, apalagi karena bapak adalah salah satu anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sebagai anggota Ikatan Pelajar Muhammadiyah sedikit banyak saya sudah mengetahui tentang bapak Muhadjir. Tak lama setelah bapak menjabat sebagai Mendikbud, di masyarakat timbul pro kontra tentang FDS (Full Day School) yang bapak canangkan. Saya berusaha memahaminya dari berbagai sisi. Tambah hari, permasalahan tersebut seperti bola api yang menjadi polemik dan trending topik berita di Televisi, Internet dan berbagai media. Di kalangan pelajar sendiri hal tersebut juga menjadi bahan diskusi, baik yang pro dan kontra hampir sama banyak.


Kalau menurut saya, hal itu belum bisa dilakukan oleh masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Karena belum semua sekolah siap untuk melakukan Full Day School tersebut. Mengingat masih banyak hal yang belum terpebuhi sebagai syarat untuk menunjang Full Day School itu sendiri. Masih banyak sekolah di Indonesia yang sarana dan prasarananya belum memadai. Misal, masih banyak sekolah yang perpustakaannya belum lengkap, guru banyak yang belum mempunyai kompetensi di bidangnya dan sarana lain yang bisa mendukung siswa untuk lebih betah belajar seharian di sekolah. Apalagi menurut saya untuk siswa SD masih membutuhkan waktu untuk bersosialisasi atau bermain di luar jam sekolah.

Begitu juga dari sisi orangtua yang saya dengar dan ketahui, kalau yang kontra dengan Full Day School itu akan menjadi beban bagi siswa jika belajar seharian. Orangtuapun punya tambahan tugas menyipkan bekal makan siang dan bagi siswa yang rumahnya jauh, lamanya perjalanan akan tambah membuat siswa kecapekan.

Menurut saya alangkah baiknya bila Full Day School dilaksanakanuntuk sekolah tertentu yang memang memenuhi kriteria untuk itu, juga ada kesinambungan antara guru dan walimurid di sekolah yang melakukan Full Day School. Mengenai pendidikan karakter tiap sekolah pasti punya visi dan misi tersendiri untuk memajukan sekolah masing-masing, meski tanpa Full Day School. Ditambah lagi ditiap sekolah punya ekstrakurikuler, yang mana jamnya biasanya sepulang sekolah. Itu saja terkadang mengharuskan siswa untuk pulang sedikit sore. Alangkah baiknya untuk pendidikan karakter disekolah, jam pelajaran agamanya ditambah tanpa mengurangi jam pelajaran yang lain dan tidak harus dengan program Full Day School.

Masyarakat yang pro biasanaya kebanyakan adalah orangtua yang kedua-duanya beraktifitas di luar rumah hingga sore. Dan biasanya yang disekolahnya memang sudah Full Day School sebelum program ini dicanangkan. Serta sekolah-sekolah yang sudah memadai untuk melaksanakan Full Day School. Tentunya saya harapkan bapak Mendikbud bisa lebih mencari titik tengah bagi yang pro maupun kontra tentang Full Day School. Sehingga para pelajar tidak tambah dibuat bingung dengan kegiatan pembelajaran di sekolah, terutama untuk adik-adik yang berada di jenjang Sekolah Dasar. Karena pastinya mereka akan selalu melaksanakan apa-apa yang sudah jadi peraturan tanpa banyak menuntut dan protes.   

Harapan saya sebagai salah satu pelajar di Indonesia untuk bapak Mendikbud mempertimbangkan lagi tentang pelaksnaan Full Day School. Bapak Mendikbud yang terhormat bisa membuat rancangan angaran dalam pengadaan sarana ditiap sekolah misal perpustakaan di sekolah pelosok, menambah jaringan wifi di sekolah-sekolah, meyiapkan tempat untuk siswa mengeluarkan unek-unek atau ide yang bisa sampai ke dinas pendidikan, sehingga dinas pendidikan tahu apa yang diinginkan oleh pelajar di Indonesia itu sendiri. Bisa juga dengan cara misalnya mengurangi beban orangtua yang ingin menyekolahkan anaknya, karena masih banyak sekolah yang menerapkan biaya tinggi. Sehingga sekolah gratis bukan hanya semboyan dan bualan saja, tetapi bisa terealisasi secara nyata. Bukankah hak setiap anak untuk mendapatkan pendidikan yang baik. Bisa juga dengan memberikan kenaikan gaji bagi guru sehingga guru bisa lebih semangat lagi dalam mengajar siswa-siswinya. Sebab ditangan guru-guru inilah akan dicetak generasi penerus bangsa yang diharapkan membawa perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik tanpa menafikkan peran serta orangtua. Semoga...

Satu hal lagi, diharapkan ada kebijakan baru tentang pelaksanaa Ujian Nasional. Karena Ujian Nasional ini sendiri menjadi permasalahan setiap tahunnya, alangkah lebih bijaksananya kalau Ujian Nasional ini dihapus. Sebab, dalam proses pembelajaran dalam kurun waktu SD 6 tahun serta SMP dan SMA masing-masing 3 tahun, pelajaran yang didapatkan  bukan hanya pelajaran yang masuk Ujian Nasional. Apalagi nilai Ujian Nasional tidak bisa menjadi acuan dan tolak ukur untuk menilai siswa itu pintar atau tidak. Sehingga untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya tidak menggunakan nilai Ujian Nasional sebagi acuannya tetapi bisa menggunakan nilai rapor dan tes yang dilakukan sekolah penerima. Apalagi sudah bisa ditebak Ujian Nasional seakan menjadi momok bagi siswa tingkat akhir yang akan mengikuti setiap tahunnya, sehingga terkadang belum melaksanakan sudah jatuh mental dan membuat semangat belajar menurun.

Demikianlah hal-hal yang bisa saya sampaikan, semoga kiranya bapak Mendikbud bisa menjadikannya bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan yang dilakukan. Demi terwujudnya Indonesia yang berpendidikan dan berkemajuan. Saya juga yakin dan percaya bapak Mendikbud akan mampu memberikan kontribusi yang baik untuk dunia pendidikan di Indonesia di saat ini dan yang akan datang Aamiin...
Kalau ada salah kata baik yang sengaja atau tidak mohon dimaafkan.


وَلسَّلاَم ُعَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syari'ah-Fiqh-Fatwa-Qanun-Qadha' : "Makna, Persamaan dan Perbedaanya"

Hari Santri...Substansi dan Simbol...

Paradigma Advokasi Pelajar Berkemajuan