Contoh Penerapan Kaidah Tarjih Hadits dalam Ta'arudh al-Adillah

Nash Hadits 1
عن إبن عبس قال تزوج النبي صلى الله عليه و سلم ميمونة وهو محرم
 Nash Hadits 2

عن ميمونة أن النبي صلى الله عليه و سلم تزوجها وهو حلال


Analisis

Secara dzahir dua hadits di atas tampak dengan jelas berlawanan. Dapat dilihat dari terjemahan hadits tersebut yang berbunyi :
Hadits 1 : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menikahi Sayyidah Maimunah dan beliau dalam keadaan ihram”
Hadits 2 : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menikahinya dan beliau dalam keadaan halal (tidak berirhram)”
Hadits pertama mengandung hukum bahwa dibolehkannya menikah dalam keadaan masih berihram. Dan hadits kedua sebaliknya, mengandung hukum bahwa tidak ada pernikahan dalam keadaan ihram. Permasalahan ta’arudh dua hadits ini dapat diselesaikan dengan metode tarjih, yaitu mengunggulkan salah satu hadits untuk diambil yang lebih kuat dan dipilih untuk diamalkan.

Pertama, dari segi derajatnya. Hadits 1 serajatnya shahih, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Sudah barang tentu tidak ada yang meragukan derajat hadits Muttafaq ‘Alaih. Tapi malah oleh para fuqaha’ selain Hanafiyah hadits ini tidak dijadikan hujjah. Ini menimbulkan kerancuan yang biasanya tertulis HR. Muttafaq ‘alaih tanpa melihat sisi lainnya sudah jelas pasti shahih diamalkan, tapi hadits ini malah tidak digubris sama sekali oleh para fuqaha’ sekali lagi kecuali fiuqaha’ Hanafiyah. Dan hadits kedua yang hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim itulah yang dipilih para fuqaha’ untuk diamalkan dengan alasan dari segi lainnya. Normalnya, apabila banyak jalur periwayatannya itulah yang lebih kuat, tapi justru disini tidak diambil oleh para ulama’

Kedua, dari segi rasio atau penalaran akal. Hadits 1 diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas yang notabennya bukan pelaku cerita. Dan hadits 2 diriwayatkan dari Sayyidah Maimunah langsung sebagai pelaku cerita. Dari sini keunggulan hadits 2 sudah jelas lebih tingi dari hadits 1. Secara aqli, kisah yang diceritakan oleh orang yang melakukan jauh lebih dipercaya jika dibanding dengan cerita yag diceritakan oleh orang lain yang bisa saja hanya mendengar. 

Akhirnya, kami menyimpulkan untuk lebih mengunggulkan hadits 2 dan memilih hadits 2 untuk diamalkan. Dengan 2 alasan utama, yakni (1) Telah dipakai oleh jumhur ulama’ fuqaha’ dan (2) hadits 2 kuat secara aqliyah. Maka melalui metode tarjih, hadits 2 dimenangkan atas hadits 1, yang menjadikannya sebagai hujjah shahih yang bisa diamalkan oleh seluruh umat Muslim.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syari'ah-Fiqh-Fatwa-Qanun-Qadha' : "Makna, Persamaan dan Perbedaanya"

Hari Santri...Substansi dan Simbol...

Paradigma Advokasi Pelajar Berkemajuan