Melestarikan Kebudayaan Dengan Cara Berpendidikan Sebagai Wujud Nasionalisme



Nasionalisme merupakan manifestasi kesadaran nasional yang mengandung cita-cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut kemerdekaan atau mengenyahkan penjajahan maupun sebagai pendorong untuk membangun dirinya maupun lingkungan masyarakat, bangsa dan negaranya.

Hal ini senada dengan pandangan Prof. Sartono Kartodirdjo yang mengungkapkan bahwa nasionalisme merupakan pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain. Dengan demikian, tidak terasa berlebihan apabila dikatakan bahwa adanya suatu upaya merevitalisasi perlindungan terhadap kebudayaan tradisional yang akhir-akhir ini sering diklaim oleh bangsa asing merupakan wujud rasa nasionalisme rakyat. Sebelum Indonesia hanya tinggal nama, lewat tulisan ini, penulis ingin memberikan suatu kontribusi pemikiran yang dapat dijadikan alternatif solusi untuk menanggulangi lemahnya perlindungan kebudayaan negeri dan lemahnya rasa nasionalisme bangsa.

Pada judul di atas tertulis “dengan cara berpendidikan”, maksudnya adalah dengan cara yang wajar dan tidak merugikan orang lain. Tidak seperti kebanyakan pejabat, yang Insya Allah berpendidikan tapi sikapnya rusak. Tidak perlu berdemonstrasi guna mewujudkan hal tersebut, hanya dengan kampanye saja kita sudah berpartisipasi dalam mewujudkan hal tersebut. Kalau kita berdemonstrasi, malahan bisa memperburuk urusan, bukannya budaaya yang terselamatkan, tapi kita yang terjerat hukum.

Penulis berpikir bahwa strategi utama untuk menyelesaikan masalah tersebut ada 2 bentuk,  yaitu pertama, sinergi dalam wacana dan kampanye cinta produk dalam negeri, usaha menebar benih nasionalisme labih nyaring, karena akan cepat menyebar, beda dengan demo dan sejenisnya, orang lain mungkin akan mengacuhkan bahkan ampai emosi pada kita. Kedua, adanya hubungan kerjasama antara rakyat dengan pemerintah khususnya generasi muda. Contohnya Di Jepang, pemerintahnya telah mengeluarkan kebijakan One Village One Product (OVOP). Setiap desa di Jepang, diharuskan untuk menghasilkan minimal satu produk unggulan, seharusnya Indonesia yang jauh lebih besar dari Jepang bisa melakukannya dan bisa menghasilkan lebih banyak Produk.

Semoga tulisan ini dapat menginspirasi kita semua dalam memaknai dan membangun nasionalisme pada Indonesia tercinta, menjaga kualitas dan kuantitas kebudayaan Indonesia yang telah ada dari pengaruh kebudayaan asing, dan menciptakan  karya cipta budaya yang bermakna pendidikan bagi setiap elemen masyarakat. Jadi, kita merasa bangga dan tak malu menjadi ‘Orang Indonesia’. Sekali lagi nasionalisme bukan sekedar kata-kata, juga bukan sekedar rasa bangga yang membuncah jiwa, nasionalisme adalah akumulasi dari rasa bangga, kreatifitas, inovasi, dan kerja keras yang konsisten dalam sebuah karya nyata, untuk kejayaan Indonesia tercinta. Indonesia, aku bangga!


(Tulisan ini merupakan Finalis Lomba Essai se-Kota Batu atas Nama Rifqy Naufan Alkatiri)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syari'ah-Fiqh-Fatwa-Qanun-Qadha' : "Makna, Persamaan dan Perbedaanya"

Hari Santri...Substansi dan Simbol...

Paradigma Advokasi Pelajar Berkemajuan