Postingan

Menuju Negara Hukum Demokratis yang Sebenar-benarnya

Gambar
  “ Demokrasi tanpa hukum tidak akan terbangun dengan baik, bahkan mungkin malah menimbulkan anarki . S ebaliknya , hukum begitu juga negara hukum tanpa sistem politik dan pemerintahan yang demokratis hanya akan menjadi hukum yang elitis dan represif ” -Prof. Moh. Mahfud MD- Pernahkah anda mendengar bahwa ada hakim yang menjatuhkan vonis secara tidak adil jika kita telaah lebih lanjut? Misalnya hukuman bagi pencuri batang kayu dan hukuman bagi pencuri uang negara yang bisa dibilang tidak sebanding. Ataukah anda pernah mendengar bahwa banyak kasus demonstrasi yang berakhir dengan rusuh dan ricuh. Misalnya, jika kita tengok tidak terlalu jauh adalah demonstrasi terkait penolakan UU Cipta Kerja lalu. Mungkin juga anda pernah mendengar ada dua kasus yang sama, namun mendapat perlakuan berbeda dari aparat penegak hukum? Atau bahkan kita mendengar problema-problema lain yang dihadapi bangsa yang tak terhitung lagi jumlahnya. Namun nyatanya, ini semua memang terjadi di negara yang dengan

Ber-Hukum Islam di Era Kontemporer

Gambar
Rifqy Naufan Alkatiri (Student at Islamic Law Department University of Muhammadiyah Malang) “Hukum Islam adalah ajaran Tuhan yang suci, namun akan hilang kesuciannya ketika hanya dijadikan ornamen keagamaan dan pelengkap saja tanpa benar-benar dijadikan pedoman dan penuntun dalam hidup” -Prof. Dr. Nurcholish Madjid, M.A-             Frasa hukum Islam merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Indonesia, yakni “hukum” dan “Islam”. Dalam Kamus Istilah Hukum, kata hukum diartikan sebagai “Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa dalam menentukan tingkah laku manusia,” sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan bahwa hukum berarti “Patokan, kaidah atau ketentuan yang mengatur sesuatu.” Dan Islam sebagaimana yang kita ketahui bersama merupakan nama dari sebuah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad atas wahyu-wahyu Tuhan (baca: Allah) yang diturunkan kepadanya. Menurut Dr. Abdul Rahman Dahlan, hukum Islam adalah seperangkat aturan yang berisi hukum syara’ ber

Materialisme Historis Karl Marx dan Teologi al-Mā’ūn Ahmad Dahlan

Gambar
Rifqy Naufan Alkatiri * [1]             Karl Marx dan Ahmad Dahlan memang adalah dua tokoh dengan background keilmuan yang berbeda. Ahmad Dahlan sebagai seorang kyai dengan ilmu keagamaan dan sosial. Sedangkan Karl Marx sebagai seorang polymath dalam bidang ekonomi, sosiologi bahkan Filsafat. Tapi ajaran atau doktrin mereka memiliki satu titik temu dalam pembahasan materi pembebasan. Disini Karl Marx mengutarakan paham dengan nama Materialisme Historis atau Materialis Sejarah dan Ahmad Dahlan mengemukakan paham dengan nama Teologi al-Mā’ūn. Dua hal yang digagas melalui dasar yang berbeda namun memiliki suatu persamaan dalam bahasannya. Keduanya dilatarbelakangi oleh pengamatan atas kondisi masyarakat sekitar yang mereka hadapi yang juga jelas berbeda.             Karl Heinrich Marx lahir pada tahun 1818 di Trier, Prussia, atau sekarang dikenal dengan sebutan Jerman dari keluarga Rabbi Yahudi. Marx dituntut ayahnya untuk menjadi seorang praktisi hukum seperti dirinya,